DISKUSI // 300 Tahun Immanuel Kant: Landasan Metafisika bagi Sains

71,171
0
Published 2024-05-08
Diskusi "Landasan Metafisika bagi Sains" memperingati 300 tahun Immanuel Kant // Rabu, 8 Mei 2024
.
Terselenggara atas kerjasama Goethe Institut dan Komunitas Salihara, bersama Universitas Katolik Parahyangan dan Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara
.
Bersama Bambang Sugiharto (UNPAR) dan Karlina Supelli (STF Driyarkara)
.
Disiarkan langsung dari Gedung Fakultas Filsafat UNPAR, Bandung
.
Yuk, bergabung bersama Komunitas Akademik Unpar, dan wujudkan mimpimu #DisiniSekarang!
Dapatkan informasi Penerimaan Mahasiswa Baru di pmb.unpar.ac.id/
Kunjungi juga situs kami di unpar.ac.id/
.
Follow kami di Media Sosial:
Instagram - ​www.instagram.com/unparofficial/
Facebook - facebook.com/unparofficial
Twitter - twitter.com/unparofficial
Youtube - youtube.com/c/UNPAROFFICI...
Whatsapp - wa.me/628157010000

All Comments (21)
  • @Kangerryofficial
    Emanuel Kant tidak berusaha membatasi sains dan filsafat, melainkan berupaya mempertemukan keduanya dalam kerangka filosofis yang kohesif. Dalam karyanya yang paling terkenal, "Kritik atas Akal Murni" (Critique of Pure Reason), Kant mencoba menyelesaikan konflik antara rasionalisme dan empirisme dengan cara yang revolusioner. Berikut beberapa poin utama yang menjelaskan bagaimana Kant mempertemukan sains dan filsafat: Sistem Transendental: Kant mengembangkan apa yang disebut sebagai filsafat transendental, yang berfokus pada kondisi-kondisi kemungkinan pengalaman dan pengetahuan. Ini berarti dia mencari dasar-dasar yang memungkinkan sains (pengetahuan empiris) dan metafisika (pengetahuan yang lebih abstrak) untuk memiliki landasan yang sama. Sintesis antara Rasionalisme dan Empirisme: Kant berargumen bahwa pengetahuan kita adalah hasil dari interaksi antara indra (yang memberikan data empiris) dan akal budi (yang memberikan struktur rasional). Dengan kata lain, pengalaman empiris harus dibentuk oleh kategori-kategori akal budi kita untuk menjadi pengetahuan. Ini dikenal sebagai "revolusi kopernikan" Kant, di mana dia mengusulkan bahwa objek-objek harus menyesuaikan diri dengan cara kita memahami, bukan sebaliknya. Kantian Categories: Kant memperkenalkan konsep kategori akal, seperti ruang dan waktu, yang merupakan cara kita mengatur pengalaman kita. Ini berarti bahwa sains, yang bergantung pada pengamatan empiris, tetap membutuhkan kerangka filosofis yang mendasar untuk memahami data yang diperolehnya. Moralitas dan Ilmu Pengetahuan: Dalam karya lain, seperti "Kritik atas Akal Praktis" (Critique of Practical Reason), Kant juga mengeksplorasi bagaimana moralitas dapat ditemukan dalam akal murni. Dengan demikian, ia mencoba menunjukkan bahwa etika (sebuah bidang filsafat) dan pengetahuan ilmiah tidaklah bertentangan tetapi bisa saling melengkapi. Dengan demikian, alih-alih membatasi sains atau filsafat, Kant bertujuan untuk mengintegrasikan keduanya dalam sebuah sistem yang dapat menjelaskan bagaimana kita bisa mengetahui dunia dan bertindak di dalamnya. Dia percaya bahwa filsafat memiliki peran penting dalam memberikan dasar yang kokoh bagi metode ilmiah, serta dalam membimbing kita dalam pertanyaan-pertanyaan moral dan eksistensial yang lebih dalam.
  • Dari sini saya putuskan , bahwa botak berawal dr hal" yg mudah dan sederhana di buat njlimetsh dan ruwetsh.
  • terima kasih unpar, bu karlina, pak bambang. pemaparan yang sangat lugas untuk posisi kant dengan karya dan kepemahamannya. sains tanpa meta fisis adalah kecerobohan.
  • Puncak pengetahuan manusia adalah ke-tidak tahu-an dan ke-tiada-an. Apapun istilah yang dikembangkan dalam dialektika berfilsafat adalah persepsi orak pikiran manusia saja, yang dari waktu ke waktu berkembang dan berubah tiada akhir. Itulah HIDUP sebagai realitas KEBENARAN mutlak.
  • Menarik sekali pemaparan dua narasumber ini tentang Kant. Terima kasih Unpar Official.
  • Dalam pemaparannya Profesor Bambang Sugiharto mencoba memaparkan apa itu Pengetahuan menurut Immanuel Kant : 3 Jenis Pengetahuan : 1.Pengetahuan Analitis : Dari sekedar analisis atau subyek didapatkan predikat/pengetahuan. Misal : Mahasiswa adalah seseorang yang sedang menuntut ilmu di perguruan tinggi. 2.Pengetahuan Sintetis A-Posteriori : Predikat/Pengetahuan di dapatkan dari pengalaman inderawi. Misal : “Mahasiswa bernama A terlihat dikejar polisi” 3.Pengetahuan Sintetis A Priori : Predikat/Pengetahuan didapat dari sintesis antara data-data yang sebenarnya analitis a priori. Misalnya data geometris (luas ruangan= panjang x lebar) atau data matematis (30+15=45). Pengetahuan yang mengandung kepastian Apodiktif adalah yang sintesis a-posteriori, yaitu Sains (kecuali geometri dan matematik yang sintesis a priori sebagai alat ukurnya). Dalam kerangka ini., Metafisika yang bicara tentang dunia, jiwa dan Tuhan, sebenarnya bukan pengetahuan yang valid. Sebab ketiga konsep itu sendiri adalah alat kita untuk memahami pengalaman. Alat diguanakan untuk memahami alat? Mata menganalisis mata? Tapi juga apa yang secara rasional terasa ‘logis’ belum tentu otomatis ‘eksis’ (misal “Tuhan adalah esensi, maka tentulah ia pun eksistensi”) . Ini Tautologi belaka). Metafisika seperti itu lebih wilayah moral dan Iman. Sebelum jasmine menunjukkan kerancuan dalam pemaparan ini jasmine persilahkan sekali lagi membaca 3 jenis pengetahuan di atas. Cobalah membaca untuk memahami apa pentingnya memahami apa itu ‘Pengetahuan’, apa itu ‘Ilmu’. Apa yang salah dari pemaparan di atas? Apa perbedaan ‘Nilai Kebenaran’ pada kalimat, Mahasiswa adalah seseorang yang menuntut ilmu, Mahasiswa bernama A terlihat dikejar polisi, 30+14=45? Apakah Kebenaran pada kalimat “Mahasiswa bernama A terlihat dikejar polisi” merupakan kepastian Apodiktif? Mengapa hanya Metafisika yang bicara tentang dunia, jiwa dan Tuhan yang dinyatakan sebagai pengetahuan Tidak Valid? Padahal jelas dinyatakan Sains pun termasuk kedalam 3 jenis pengetahuan ini? Kenapa tidak dinyatakan Sains tidak Valid? Lalu Pengetahuan yang mana yang Valid? Kalau tidak ada Pengetahuan yang Valid lalu apa gunanya Sains dan Metafisika? Apa gunanya belajar? Kalau kesimpulannya pengetahuan tentang Tuhan atau Metafisika lebih ke wilayah Moral dan Iman seharusnya Sains juga masalah Moral dan Iman? Coba juga perhatikan uraian Sintetis A Priori : “.. sintesis antara data data yang sebenarnya a priori…”. Kata Sintetis yang jasmine asumsikan diambil dari kata Synthetic berubah menjadi ‘Sintesis’. Dalam pemaparan lisannya di menit 35 Profesor Bambang juga jelas sekali menyebutkan : ‘Sintesis tapi a priori. Artinya semuanya ada di kepala. Tapi Sintesis”. Kerancuan kerancuan ‘Kecil’ seperti ini tidak saja memalukan di sisi ilmiah tapi fatal jika ditiru dalam proses pengambilan kesimpulan dalam sebuah tulisan ilmiah. Kalau kamu tidak mempertanyakan dan berfikir kritis tentang masalah ini jasmine ucapkan selamat, karena kamu dapat anugrah tidak punya fikiran kritis, enggak jadi pusing kayak jasmine. Kalau kamu anggap semua ajaran Profesor itu benar jasmine ucapkan selamat, karena terhindar dari kesia siaan berdebat tentang Ilmu Pengetahuan yang tidak Valid. Ciri ciri suatu pengajaran filsafat memiliki kerancuan 1.Bercerita panjang lebar tentang biografi filsuf dan quotes terkenal dari filsuf. 2.Tidak memperjelas suatu masalah yang dibahas 3.Mengutip argumen filsuf di luar permasalahan yang sedang dibahas. 4.Membuat pandangan sang filsuf sesuatu yang asing, yang tidak dimiliki manusia awam
  • UNPAR Official : @Ibu Karlina. S. Dan @Prof .Bambang. S : Kesimpulan "Landasan Metafisika dan Sciences : Fondasi Metafisika, Arsitektur bangunan adalah sciences, hasil akhirnya : metafisika pada realitas kedua2 berkaitan tdk bisa saling terlepsskan maupun berlawanan". 🙏
  • Immanuel Kant believed that human knowledge is shaped by both our experiences and the way our mind organizes these experiences. In his work "Critique of Pure Reason," he explained that our understanding of the world comes from a combination of sensory data and the mind's innate structures. For science to work, it must rely on basic principles that exist in our minds, like causality and the concept of space and time. Kant also made a key distinction between things as they are in themselves (noumena) and things as they appear to us (phenomena). We can only know the latter because our minds shape our perceptions of the world. This idea is crucial because it shows that scientific knowledge is not just about observing the world but also about how our minds interpret these observations. This framework helps us understand the limits of what science can tell us and underscores the role of human reason in scientific discovery.
  • Eropa Paris hadir. Ada yg terlupakan/luput dr perhatian Bu Karlina & hadirin/Audiens tdk menyadari. Ada baiknya di kesempatan lain dibuka dialog live dg Publik dr luar scr online dg kedua Pembicara. Brgkali dibatasi 2 org sj sdh cukup 🙏🏼 Terimakasih atas acaranya
  • Jadi ingat maha resi sujono yg dari gunung kidul..kalau bicara metafisika...ilmunya jos...ilmu kesadaran.
  • Landasan METAFISIKA bisa hebat jika menjadi landasan SAINS. Tapi akan menjadi lebih hebat jika disandingkan dg landasan FISIKA sebab pasti akan memberi banyak MANFAAT bagi peradaban manusia serta tidak menimbulkan KERUSAKAN ALAM
  • ☦️menggergaji dahan yang diduduki.. Dibutuhkan yang nekat tidak memikirkan diri sendiri atau mungkin merasakan sensasi melayang jatuh... Beranikah ilmuwan menggergaji kenyamanan dan kemapanan dalam berilmu?
  • Filsafat penting karena itu dasar berfikir pengetahuan yang sedalam dalamnya. Kalau berfilsafat dianggap kufur, ingat kehancuran maszab mutazila, maka manusia cenderung bertindak pintas dan gampang menyalahkan orang lain.
  • ☦️dukun bisa juga sama dengan sinse, tetapi berhubungan roh ada juga mungkin berhubungan dengan peramal ataupun fengsui. Mungkin juga berhubungan dengan agama atau kepercayaan.
  • @rahmadali4807
    Akhirnya yg paling bermanfaat saat ini bukan ilmu2 yg mbulet itu ttp hny ilmu yg sederhana yg dpt dimanfaatkan bg sesama
  • @cleoregia1103
    Menjelaskan Imanuel Kant dalam waktu satu jam, apa yang bisa kita dapat.Filsuf pelik da fundamnetal butuh satu hari